Keluarga Sakinah

Mari Bersama-sama Kita Wujudkan Keluarga Sakinah Mawaddah Wa Rohmah

13 April 2008

Amanah itu Hadir

Kehadiran putraku dah ditunggu-tunggu banyak orang. Setelah selesai dibersihkan, putraku diperlihatkan ke keluargaku. Suami, ibu, bapak, mertua, kakak, adek, om, tante, udah ngumpul di luar, nggak sabar menanti keluarnya jagoanku. Abinya memperdengarkan adzan di telinga kanannya, iqamah di telinga kirinya, dan mentahniknya menggunakan kurma.
Di ruang perawatan, aku masih merasa kelaparan, ditambah lagi rasanya ngilu, kaku sekali dari pinggang sampai ke kaki. Mungkin karena masih ada sisa obat bius, jadi saat aku merasa capek dan minta adekku memijit kakiku, aku nggak merasakan apa-apa. Untuk mengalihkan perhatian dari rasa sakitku, aku terus-terusan bicara. Meneriakkan takbir, syahadat, menghafalkan surat2 pendek dsb, sampai2 ibu mengira aku nggak sadar melakukan semua itu.
Antara sadar dan tidak, suami memperlihatkan video anakku yang sedang menangis, sesaat setelah lahir. Aku sempat dikasih liat wajah mungil putraku, kuciumi sesaat, kemudian dibawa ke ruang rawat anak. Saat itu aku masih sempat berpesan supaya anakku jangan di kasih susu formula.
Menjelang tengah malam, setelah satu persatu keluargaku pulang, perawat datang ke kamarku, katanya anakku nangis terus, sampai wajahnya merah, matanya bengkak, dah digendong nggak mau diam, padahal nggak boleh dikasih susu formula, trus gimana? Ya udah, bawa kesini aja, jawabku, karena aku nggak ingin anakku mencicipi susu sapi terlebi dahulu, sebelum menikmati asi. Bukannya asi adalah makanan terbaik untuk bayi? lagian kolostrumku udah mulai keluar sejak usia kehamilan 5 bulan.
Dengan sekuat tenaga menahan sakit&ngilu, serta dibantu oleh ibu dan mertuaku, kucoba memiringkan badan, kupencet payudaraku, kusodorkan ke mulut mungil putraku, sejenak dia menjilati kolostrum, kemudian tertidur sampai pagi.
Subhanalloh, dengan hanya beberapa tetes kolostrum dan ditaruh di sampingku, putraku bisa tidur pulas. Beberapa kali sempat kutengok bayiku, khawatir tidak bernafas, karena semalaman nggak menangis sama sekali. Sedangkan aku, begitu menyusui, menyentuh dan menciumi bayiku, serasa malu untuk menangis, sedikit demi sedikit rasa sakit itu mulai reda dan akhirnya bisa tidur juga.
Pagi hari, waktunya mandi untuk putraku, ia belum bangun. Ia baru bangun ketika dilepasi bajunya untuk dimandiin. Tanpa tangis yang berlebihan, ia mandi dan berganti baju. Setibanya di kamar, kususui lagi, dan cuma beberapa tetes, iapun tidur lagi. Sekitar jam 11 siang, perawat menanyakan keadaan bayiku, kubilang kalau ia masih tidur pulas. Kutanyakan, apakah bayi segitu emang gak pipis ataupun BAB?kok anakku nggak bangun2? Pas di cek oleh bidannya, ternyata ia udah pipis dan BAB, tapi nggak nangis. Sekali lagi kuucap syukur pada Allah, dikaruniai anak sesoleh ini.
Menjelang tengah malam, anakku menangis histeris, padahal popoknya nggak basah, dan baru saja minum. Disusui nggak mau. Kami sampai kebingungan, ada apa gerangan? ditimang-timangpun tidak mampu meredakan tangisnya. Sementara, aku sakit perut, kembung. Hampir satu jam perutku sakit dan anakku nggak tenang juga. Setelah aku bisa buang angin, dan merasa nyaman, anakku terdiam, dan kembali menyusu.
Seharian anakku tidur pulas, banyaknya tamu yang menengok nggak mampu membuatnya terjaga. Sampai2 dicoba dibangunin, ia cuma membuka mata sebentar lalu tidur lagi. Menjelang tengah malam, anakku histeris lagi. Karena bingungnya, mertuaku menyuruh suamiku untuk minta susu formula. Tapi kami tetap bertahan untuk hanya memberikan asi pada anak kami. Kali ini kami terkecoh, berhubung anakku baru saja pipis, kami nggak mengira kalau menangisnya karena popoknya basah. Ibu mengecek bagian pantatnya, nggak basah. Tapi waktu dilihat bagian perutnya, sudah basah. Ibu baru ingat kalau cucunya laki2, makanya basahnya diatas, sementara 3 cucu yang sebelumnya perempuan semuanya, kalo pipis basah bawahnya.
Hari keempat, aku sudah mulai belajar jalan2 dan mandi sendiri.Waktunya mandi sore, suami yang mengantar anak kami ke ruang mandi anak. Setibanya di kamar, anakku ngompol, pas dibuka dan belum sempat diganti popoknya, ia pipis lagi. Jadilah kubuka semua pakaiannya. Betapa terkejutnya aku, melihat ada setitik darah di atas kapas yang menempel di pusarnya. Lho, mas, pusarnya mana?ia bilang nggak tau, cuma tadi pas mandi emang ada sesuatu yang jatuh, kirain kain. Dan jadilah hari itu hari lepasnya tali pusar, yang menurut istilah jawa disebut puput. Ternyata histerisnya tangis anakku dua malam kemaren disebabkan sakitnya menjelang lepas tali pusar.
Hari kelima kami diperbolehkan pulang. Kebetulan itu hari pasaran untuk pasar hewan. Pagi2 suamiku dah pergi membeli 2 ekor kambing yang akan kami gunakan untuk aqeqah. Menjelang dhuhur dia baru kembali ke Rumah Sakit, setelah menyelesaikan administrasi, kami langsung pulang ke rumah orang tuaku.
Hari ke tujuh kami menyembelih 2 ekor kambing, dan memasaknya untuk acara aqeqahan, sekaligus pemberian nama. FARIS nama yang kami berikan pada putra kami, dengan harapan dia menjadi orang yang memperoleh kemenangan, Malamnya kami cukur habis rambutnya, dan menyedekahkan uang senilai harga emas seberat rambutnya, 1,75gram.
Alhamdulillah, kami bisa memberikan awal yang baek bagi putra kami. Semoga ini semua bisa menjadi bekal bagi putraku untuk menjadi anak yang sholeh, bertaqwa, cerdas, sehat, kuat, berbakti pada orang tua, berguna bagi semua makhluk, agama, nusa, bangsa, bahagia dunia akhirat.

Tidak ada komentar: